Minggu, 18 April 2010

Batombe

Selayang PandangApabila Anda datang ke Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari,
Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat, ada baiknya Anda menonton
pertunjukan Kesenian Batombe yang menyerupai pertunjukan Randai
Kesenian ini awalnya dimainkan untuk menghibur dan memberi semangat
kepada masyarakat yang sedang bergotong-royong untuk pembangunan Rumah
Gadang. Namun, pada perkembangannya kesenian Batombe
dibawakan khusus sebagai sarana penghibur bagi tamu yang datang dari
jauh, seperti para perantau dan wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.
Biasanya, kegiatan tersebut diadakan pada waktu libur panjang sehingga
para perantau dan wisatawan banyak datang ke Nagari tersebut, seperti
hari raya Idul Fitri dan libur Nasional.
Awal mula munculnya kesenian Batombe dapat dirunut dari kisah
pembangunan Rumah Gadang (besar) 21 Ruang. Konon, sebelum masa
penjajahan Belanda, wilayah yang kini dikenal sebagai Nagari Abai masih
sangat sunyi. Perkampungan yang ditempati oleh masyarakat juga masih
dikelilingi oleh hutan belantara. Rasa cemas dan was-was menyelimuti
penduduk di perkampungan itu. Sewaktu-waktu, hutan yang ada di sekitar
mereka bisa saja menjadi ancaman, karena di dalamnya hidup bermacam
satwa liar, seperti harimau, babi hutan, dan ular. Sementara itu, rumah
tempat mereka berlindung juga belum memadai. Untuk mengantisipasi hal
tesebut, maka pucuk adat, tokoh agama, dan pemuka masyarakat melakukan
musyawarah. Dari hasil musyawarah itu, didapat kesepakatan untuk
membangun Rumah Gadang 21 Ruang.
Hasil musyawarah tersebut lalu diumumkan pada khalayak ramai. Masyarakat
bergotong-royong mempersiapkan pembangunan. Langkah pertama yang mesti
dilakukan adalah mencari bahan baku untuk bangunan. Masyarakat
bersepakat untuk mengambilnya dari hutan yang ada di sekitar mereka.
Setelah segala persiapan selesai, maka mereka pergi menuju hutan mencari
pohon yang tepat untuk dijadikan penyangga bakal Rumah Gadang. Lalu,
batang pohon ditebang kemudian dipotong-potong dan dijadikan beberapa
bagian, seperti balok, papan, dan kasau. Kaum ibu memberikan dukungan
dengan menyiapkan makanan dan minuman bagi para pekerja.
Setelah sekian lama bekerja, kepenatan pun tak dapat dielakkan dan
perlahan-lahan pekerjaan pun menjadi tersendat. Melihat kondisi
tersebut, ada sebagian orang yang punya ide untuk mengembalikan semangat
bekerja. Maka, beberapa muda-mudi dan orangtua didaulat untuk
menyanyikan pantun yang berisi petuah dan kata-kata pembangkit semangat.
Mendengar pantun yang bersahutan dan orang banyak mulai menari, maka
yang lain ikut larut dalam irama lagu dan gerakan tari yang energik. Hal
tersebut, melecut kembali semangat masyarakat dan pekerjaan pun siap
dilanjutkan. Kisah inilah yang diyakini sebagai cikal bakal lahirnya
Batombe.
Di tengah keceriaan tadi, masyarakat dikejutkan dengan keanehan, yaitu
ketika hendak mengangkut salah satu kayu yang telah selesai ditebang.
Saat pohon ditebang, masyarakat tidak mengalami kesulitan, tetapi saat
hendak ditarik menuju perkampungan, kayu tersebut tidak bisa bergerak
sama sekali. Melihat kondisi ini orang-orang menjadi kebingunan. Untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan, maka diadakanlah musyawarah
terbatas untuk mencari jalan keluar. Dari musyarawarah itu diputuskan
untuk menyembelih salah satu binatang ternak, yaitu seekor kerbau. Darah
sembelihan tersebut lalu dipercikkan pada kayu sebagai penghormatan dan
mohon izin pada makhluk halus penghuni batang kayu itu. Hingga sekarang
ritual penyembelihan binatang ternak ini terus dilakukan setiap kesenian
Batombe akan dipentaskan. Jika ini tidak dilakukan, maka yang punya
hajatan dalam kesenian Batombe akan dikenai denda adat.

Keistimewaan
Kesenian Batombe biasanya dimulai setelah pembacaan pantun pembukaan
oleh penghulu (datuk). Para pemain kemudian masuk dengan berbaris menuju
ke tengah ruangan (arena) membentuk formasi lingkaran. Jumlah pemain
terdiri dari 10 orang laki-laki dan 3 orang perempuan, sehingga total 13
orang. Dari 13 orang tersebut, 12 di antaranya bergerak dan menari
membentuk garis lingkaran, sementara 1 orang lainnya menari di dalam
lingkaran. Formasi ini bukanlah formasi baku. Pada lain waktu pemain
Batombe bisa lebih dari jumlah di atas atau bisa berkurang.
Kesenian Batombe biasanya diiringi dengan irama musik yang ceria. Alat
musik yang dipakai biasanya terdiri dari gendang dan talempong. Gendang
dan telempong ditabuh dengan cepat mengikuti irama nyanyian dan tarian
yang dibawakan oleh para pemain Batombe.
Pada bagian akhir, para tamu yang hadir juga dapat bergabung untuk
menari dalam kesenian Batombe. Selain menari, para tamu juga dapat
menunjukkan kemampuan dalam berbalas pantun. Bahkan para tamu yang masih
lajang pun dapat memanfaatkan Batombe sebagai media yang tepat untuk
mencari jodoh.
Tarian dan nyanyian yang ceria ini juga didukung dengan balutan serasi
pakaian para pemain Batombe. Mereka mengenakan pakaian khusus yang
menyerupai pakaian pemain randai atau silat. Perbedaannya terletak pada
motif yang ada pada lengan baju. Pada randai dan silat biasanya
digunakan motif yang polos, sementara pada pemain Batombe disulam dengan
menggunakan benang emas. Warna pakaian pun bervariasi, seperti merah,
hijau, kuning, dan hitam. Pada kepala dilengkapi dengan ikat kepala
berwarna kuning keemasan, sedangkan pada pinggang dihiasi sehelai kain
sulaman benang emas. Sementara untuk celana dirancang lebih besar pada
bagian pahanya, sehingga menyerupai sarung (galembong). 

Lokasi
Untuk menyaksikan kesenian Batombe para wisatawan dapat berkunjung ke
Rumah Gadang 21 Ruang yang terletak di Nagari Abai, Kecamatan Sangir
Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat, Indonesia.

Akses
Untuk mencapai lokasi pertunjukan kesenian Batombe, parjalanan dapat
dimulai dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Kota Padang. Dari
Kota Padang perjalanan dilanjutkan ke Padang Aro (Ibu Kota Kabupaten
Solok Selatan) dengan waktu tempuh 4 jam perjalanan dengan biaya sekitar
Rp 30.000 atau Rp. 40.000 (September 2008) menggunakan angkutan umum (bus).
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Nagari Abai dengan menggunakan
angkutan pedesaan yang berjarak sekitar sekitar 30 km dari Padang Aro
dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

Harga Tiket
Tidak dipungut biaya.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Kesenian Batombe yang berlangsung di Kenagarian Abai tersebut, biasanya
diadakan semalam suntuk. Sehingga, para wisatawan tidak perlu lagi
mencari hotel atau losmen untuk penginapan. Para wisatawan akan ditemani
oleh masyarakat, bersama-sama menyaksikan kesenian Batombe di dalam
Rumah Gadang hingga subuh menjelang.

Sebelum kesenian Batombe digelar, masyarakat telah mempersiapkan aneka
masakan untuk tamu yang datang. Mereka biasanya memasak daging hewan
yang telah mereka sembelih sebelum acara dilaksanakan. Hidangan tersebut
nantinya disajikan untuk disantap bersama oleh para tamu dan tuan rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com